Jumat, 19 Oktober 2012

makalah obtruksi laring dan askep


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Obstruksi laring dapat bersifat total ataupun parsial. Obstruksi total di laring akan menimbulkan keadaan gawat, dan apabila tidak ditatalaksana dalam 4 menit akan menyebabkan kematian akibat asfiksia. Obstruksi parsial di laring dapat menyebabkan gejala suara parau, disfonia sampai afonia, batuk yang disertai sesak, odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis dan rasa subjektif benda asing.
Obstruksi laring dapat disebabkan oleh berbagai penyebab antara lain radang akut,  dan radang kronis, benda asing, trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan bunuh diri dengan senjata tajam, trauma akibat tindakan medis, tumor laring, dan kelumpuhan nervusrekuren bilateral.
Prinsip penanggulangan sumbatan laring ialah menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat atau membuat jalan nafas baru yang dapat menjamin ventilasi . Tindakan pada pasien dengan obstruksi laring dilakukan sesuai dengan derajat obstruksi. Untuk derajat ringan yang disebabkan peradangan dapat diberikan tindakan konservatif berupa pemberian obat-obatan. Sedangkan untuk derajat berat diperlukan tindakan operatif yang memerlukan keterampilan dan peralatan khusus

1.2 Rumusan  Masalah
Makalah ini membahas tentang obstruksi laring yang meliputi definisi, fisiologi laring, etiologi,  manifestasi  klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan, serta komplikasi.

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami definisi, fisiologi laring,  etiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan komplikasi obstruksi laring.

1.4 Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai definisi, fisiologi laring, etiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi obstruksi laring.
BAB 2
PEMBAHASAN


2.1 Definisi

·         Obtruksi Laring              
Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring yang dapat disebakan oleh radang akut dan radang kronis, benda asing, trauma, iatrogenik, tumor laring, dan kelumpuhan nervus rekuren bilateral.

2.2  Fisiologi laring
Laring atau pangkal tenggorok merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangkal tenggorok itu dapat di tutup oleh sebuah empang tenggorok yang di sebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
Laring terdiri dari lima tulang rawan antara lain :
1.      Kartilago tiroid (satu buah) depan jakun (adam’s apple), sangat jelas terlihat pada pria.
2.      Kartilago ariteanoid (dua buah) yang berbentuk beker.
3.      Kartilago krikoid (satu buah) yang berbentuk cincin.
4.      Kartilago epiglotis (satu buah).

Laring di lapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang di lapisi oleh sel epitelium berlapis. Pita suara ini berjumlah dua buah : di bagian atas adalah pita suara palsu dan tidak mengeluarkan suara yang di sebut dengan ventrikularis di bagian bawah adalah pita suara yang sejati yang membentuk suara yang di sebut vokalis, terdapat dua otot. Oleh gerakan dua buah otot ini maka pita suara dapt bergetar dengan demikian pita suara (rima glotidis) dapat melebar dan mengecil, sehingga di sini terbentuknya suara.
Fungsi laring sebagai proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk kedalam trakea, dengan jalan menutup auditus laring dan rima glotis secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak kedepan akibat kontraksi  m.tiroaritenoid dan m.aritenoid. Selanjutnya mariepigloitika berfungsi sebagai sfingter. Penutupan rima glotis karena adduksi plika vokalis. Kartilago ariteniod kiri dan kanan mendekat karena adduksi otot-otot intrinsik.

v Proses pembentukan suara
Terbentuknya suara merupakan hasil dari hasil kerja sama antara rongga mulut, rongga hidung, laring, lidah dan bibir. Pada pita suara palsu tidak terdapat otot, oleh karena itu pita suara ini tidak dapat bergetar, hanya antara kedua pita suara tadi di masuki oleh aliran udara maka tulang rawan gondok dan tulang bentuk beker tadi di putar. Akibatnya pita suara dapat mengencang dan mengendor dengan demikian sela udara menjadi sempit atau luas.
Pergerakan ini di bantu pula oleh otot-otot laring, udara yang dari paru-paru di hembuskan dan menggetarkan pita suara. Getaran itu di teruskan melalui udara yang  keluar masuk. Perbedaan suara seseorang bergantung pada tebal dan panjangnya pita suara. Pita suara pria jauh lebih tebal dari pada pita suara wanita.
2.3  Patofisiologi Obstruksi Laring
Laring merupakan kotak kaku dan mengandung ruangan sempit antara pita suara (glotis), dimana udara harus melewati ruang ini. Adanya pembengkakan membran mukosa laring dapat menutupi jalan ini yang menjadi penyebab kematian.
ü  Abses Peritonial (Quinsy)
Proses infeksi yang disebabkan oleh kuman penyebab tonsilitis di dalam ruang peritonsil akan mengalami supurasi (proses terbentuknya nanah karena bakteri pirogen, lalu menembus kapsul tonsil dan menjalar serta menginfeksi di sekitar gigi, ke spatium parafaringium dan pembuluh darah yang dapat menyebabkan sepsis).

2.4  Etiologi
Obstruksi laring disebabkan oleh :
1.              Kelainan congenital
Ø  Laringomalasia
Tidak ditemukan gangguan patologi dasar ataupun gangguan yang bersifat progresif pada laringomalasia. Kondisi ini lebih merupakan keadaan laringneonatus yang terlalu lunak dan kendur jika dibandingakan normalnya. Saat bayimenarik nafas, laring yang lunak akan saling menempel, mempersempit aditus dantimbul stridor. Proses menelan tidak terganggu. Proses menangis mestinya normal. Pertambahan berat dan perkembangan bayi biasanya normal. Stridor merupakangejala utama dan dapat berlangsung konstan atau hanya saat bayi tereksitasi.Bersama stridor dapat timbul retraksi sternum dan dada. Biasanya bayi berusia beberapa minggu saat mulainya laringomalasia. Prognosisnya cukup baik karena kartilago akan menjadi kaku.


 








Laringomalasia
Bila sumbatan laring makin hebat sebaiknya dilakukan intubasi trakea danjangan dilakukan trakeastomi karena biasanya juga diikuti trakeomalsia. Orangtua pasien dinasehatkan supaya lekas datang ke dokter jika ada peradangan saluran nafas atas misalnya pilek.
Ø  Stenosis subglotik 
Pada daerah subglotik 2-3 cm dari pita suara, sering terdapat penyempitan (stenosis). Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis subglotis ialah :

1.      Penebalan jaringan submukosa dengan hiperplasia kelenjar mukus dan fibrosis2.

2.      Kelainan bentuk tulang rawan krikoid dengan lumen yang lebih kecil3.

3.      Bentuk tulang rawan krikoid normal dengan ukuran lebih kecil4.

4.      Pergeseran cincin trakea pertama kearah atas belakang ke dalam lumenkrikoid.
 






Stenosis subglotik
Gejala stenosis subglotik ialah stridor, dispnoe, retraksi di suprasernal, epigastrium,interkostal serta subklavikula. Pada stadium yang lebih berat akan ditemukan sianosisdan apnoe sehingga mungkin terjadi gagal nafas.

2. Trauma laring
·         Kontusio laring
Bermanifestasi sebagai hematoma internal dan terkadang sebagai dislokasikartilago aritenoidea. Trauma biasanya disebabkan benda tumpul. Kunci pada terapi adalah dengan diagnosis segera. Kontusio dapat diobservasi sementarapersiapan trakeotomi tetap dilakukan. Biasanya pasien dengan kontusio cukup kooperatif untuk dilakukan visualisasi laring. Hematoma biasanya terlihat.
·         Stenosis laring dan subglotis
Jaringan parut yang mempersempit jalan nafas merupakan sekuele dari suatu penyakit atau cedera, dan penatalaksanaannya sering kali sangat sulit. Trauma tumpul atau tembus, trakeotomi tinggi, penelanan zat kaustik, luka tembak, iritasibalon tuba endotrakea merupakan penyebab stenosis laring yang paling sering dijumpai. Biasanya pasien memerlukan intubasi trakea jangka panjang bagi merekayang sangat sakit walaupun ini juga dapat mneyebabkan stenosis laring lagi.
3.Trauma Intubasi
Trauma akibat intubasi bisa disebabkan karena trauma langsung saat pemasangan atau pun karena balon yang menekan mukosa terlalu lama sehingga menjadi nekrosis. Trauma sekunder akibat intubasi umumnya karena inflasi balon yang berlebihan walaupun menggunakan cuff volume besar bertekanan rendah. Trauma yang disebabkan oleh cuff ini terjadi pada kira-kira setengah dari pasien yang mengalami trauma saat trakeostomi. Trauma intubasi paling sering menyebabkan sikatrik kronik dengan stenosis, juga dapat menimbulkan fistulatrakeoesofageal, erosi trakea oleh pipa trakeostomi, fistula trakea-arteri inominata,dan ruptur bronkial.
 Penggunaan pipa endotrakea dengan cuff yang bertekanan tinggi merupakan   etiologi yang paling sering terjadi pada intubasi endotrakea. Penggunaan cuff dengan volume tinggi tekanan rendah telah menurunkan insiden stenosis trakeapada tipe trauma ini, namun trauma intubasi ini masih tetap terjadi dan menjadiindikasi untuk reseksi trakea dan rekonstruksi. Selain faktor diatas ada beberapa faktor resiko yang mempermudah terjadinya laserasi atau trauma intubasi.
Saat ini tersedia cuff plastic bertekanan rendah untuk tuba trakeostomi. Cuff ini dirancang untuk memelihara tekanan pada trakea agar tetap di bawah 25cmHO sehingga mengurangi insiden stenosis akibat cuff trakea.
Tekanan cuff harus dipantau sedikitnya 8 jam dengan menempelkan diameter tekanan genggam pada pilot balon sedang atau melakukan teknik penggunaan volume kebocoran minimal atau volume oklusi minimal. Secara umum dapat dikatakan bahwa intubasi endotrakea jangan melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya sebaiknya dilakukan trakeostomi.

4. Penyakit infeksi pada laring
·         Laryngitis akut
Radang akut laring pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis (common cold).
Pada anak dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas dan padaorang dewasa tidak secepat pada anak. Penyebabnya adalah bakteri yangmenyebabkan radang lokal dan virus yang menyebabkan radang sistemik. Gejaladan tanda-tandanya berupa demam, malaise, suara parau sampai afoni, nyerimenelan atau berbicara, batuk kering yang lama kelamaan disertai dahak kentaldan gejala sumbatan laring.
·         Laringitis kronik 
Dapat disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronis, dan penyalahgunaan suara (ocal abuse ), sinusitis, reflux, dan polusi lingkungan. Gejalanya adalah suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok sehingga pasien sering mendehem tanpa mengeluarkan sekret karena mukosa yang menebal.

·         Croup
Infeksi menular melalui inhalasi, masuk melalui hidung dan nasofaring. Infeksi menyebar dan akhirnya melibatkan laring dan trakea.
Meskipun saluran pernafasan lebih rendah, mungkin akan terpengaruh. Peradangan dan edema pada laring dan trakea subglotik, khususnya yang dekat dengan tulang rawan krikoid, yang paling klinis signifikan. Virus Para influenzae mengaktifkan sekresi klorida dan menghambat penyerapan natrium melintasi epitel trakea, berkontribusi terhadap edema jalan napas. Ini adalah bagian paling sempit dari saluran napas anak. Dengan demikian, pembengkakan dapat secara signifikan mengurangi diameter, membatasi aliran udara. Ini menyebabkan aliran udara turbulen danstridor, retraksi dada, dan batuk. kerusakan endotel dan hilangnya fungsi siliaterjadi.
Eksudat fibrin memenuhi sebagian lumen trakea. Selain itu terdapat penurunan mobilitas dari pita suara karena edema. Pada penyakit yang berat,eksudat fibrinous dan pseudomembran dapat menyebabkan obstruksi jalan napasyang lebih besar. Hipoksemia dapat terjadi karena penyempitan lumen yang progresif, ventilasi alveolar yang terganggu dan ketidak seimbangan ventilasi-perfusi.
Gejalanya yaitu stridor inspirasi atau bifase, demam subfebril, batuk (terutamapada malam hari), suara serak.

5. Tumor laring        
Tumor jinak laring dapat berupa papiloma laring, adenoma, kondroma, mioblastoma sel granuler, hemangioma, lipoma, dan neurofibroma.



 







Tumor laring
Tumor ganas laring diantaranya tumor supraglotik, tumor glotik, tumor subglotik, dan tumor ganas transglotik.
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok, peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan risiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialahrokok, alkohol, dan terpajan oleh sinar radioaktif.

      6. Benda asing laring
Benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada saluran napas tersebut.
Setiap benda asing dalam laring merupakan keadaan darurat yang perlusegera ditangani. Kejadiannya sering kali berupa seseorang yang menjepit objek didalam mulut di antara giginya dan kemudian tidak sengaja terinhalasi.
Jika pasien tidak dalam keadaan distress pernafasan, tidak perlu dilakukan usaha untuk mengangkat objek di unit gawat darurat. Pengangkatan harus dilakukan di kamar operasi dengan di damping petugas anestesia. tindakan mengeluarkan benda asing itudapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas. Pada anak kecil benda asing dalam esofagus bagian atas dapat menekan jalan nafas dengan jalan mendilatasi esofagus.
Contoh kasus benda asing misalnya sepotong daging tersangkut pada rima glotis. Korban tiba-tiba kolaps setelah memasukkan makanan dalam suapan besar. Benda asing tersebut harus diusahakan untuk dikeluarkan dengan cara menekan dada dari belakang yaitu manufer Heimlich.

Jika tidak berhasil, sebaiknya dilakukankrikotirotomi bukannya trakeostomi.


 







7. Benda asing pada laring
·         Paralisis laring
Tiap lesi sepanjang perjalanan nervus rekuren laryngeal dapat menimbulkan paralisis laring. Pada paralisis korda vokalis bilateral, suara tidak terlalu terpengaruh. Akan tetapi rima glotis tidak cukup lebar untuk kegiatan yang mengerahkan tenaga. Pasien bahkan mengalami sesak nafas saat istirahat. Sehingga pasien memerlukan trakeostomi guna mengurangi obstruksi jalan nafas. Paralisis korda vokalis unilateral pada anak memiliki cirri tambahan. Karena ukuran glotis yang kecil, maka paralisisunilateral pada anak dapat membahayakan jalan nafas, sehingga secara klinis mengakibatkan stridor. Sementara itu pada paralisis lengkap, lesi saraf vagus di atas saraf laringeus superior bilateral, dimana efek lesi serupa dengan paralisis saraf rekurens, namun lebih cendrung untuk mengalami aspirasi



 






Paralise laring

2.5       Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda sumbatan laring secara umum ialah :

1.      Suara serak (disfonia) sampai afoni
2.      Sesak nafas (dispnea)
3.      Stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi
4.      Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,supraklavikula dan interkostal
5.      Gelisah karena pasien haus udara (air hunger ).
6.      Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia

Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tandadan gejala:
o   Stadium I           : Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor padawaktu inspirasi dan pasien masih tenang.
o   Stadium II    : Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam,ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium.Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar pada waktu inspirasi.
o    Stadium III   : Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat diinfraklavikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea.Stridor terdengar pada waktu pada waktu inspirasi dan ekspirasi.
o   Stadium IV   : Cekungan ± cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat gelisahdan tampak sangat ketakutan serta sianosis.
Jika keadaan ini berlangsung terus, terjadilah hiperkapnea yang akan menyebabkan paralitik pusat pernafasan. Selain itu pasien akan kehabisan tenaga dan letargi. Pasien lemah dan tertidur dan akhirnya meninggal karena asfiksia.



















2.5  Diagnosis

Diagnosis pasien dengan sumbatan jalan nafas memerlukan integrasi anamnesis danpemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi lokasi dan besarnya obstruksi.
 









Skema penilaian obstruksi saluran nafas atas

Selama penilaian, harus selalu diperhatikan keadaan umum pasien,

Kenyamanan bernafas, usaha bernafas, dan oksigenasi perifer. Pasien dengan obstruksi saluran nafas dapat agitasi akibat ketakutan / hipoksia, tetapi pasien tanpa agitasi terutama letargi dapat mengalami obstruksi dan hiperkapnea. Pemeriksaan awal mencakup tanda vital, pulse ximetry
dan identifikasi tanda trauma kepala dan leher. Tulang servikal harus dievaluasi dan distabilisasi.
 Pasien dengan kesulitan bernafas akan menghindari berbicara dan mencari posisi yang dapat membantu memperbesar jalan nafas.
Waktu munculnya stridor penting untuk diketahui. Gejala saluran nafas mula-mula muncul pada saat relaksasi neuromuskular, yaitu pada saat tidur. Riwayat infeksi, trauma leher dan kepala, masuknya benda asing harus ditanyakan. Seluruh pasien, harus ditanyakan seluruh gejala kelainan kepala dan leher, seperti turunnyaberat badan, batuk, hemoptisis, disphagia, odinophagia, perubahan suara, otalgia, nyeritenggorok, emesis dan hematemesis.

Selama pemeriksaan, pemeriksa harus mendengarkan dengan seksama nafas pasien. Pada pasien normal, tidak ada usaha bernafas. Stridor, bunyi spontan yang dihasilkan oleh pasien dengan obstruksi saluran nafas yang signifikan, disebabkan turbulensi aliran udarayang melewati daerah yang stenosis. Stridor dapat digunakan untuk mengidentifikasi lokasidan berat obstruksi saluran nafas. Stridor inspirasi terjadi pada obstruksi di supraglotis danglottis. Stridor ekspirasi terjadi pada obstruksi glottis, subglottis, dan tracheal.
Snoring, getaran palatal pada orofaring yang menyempit sering ditemukan pada pasien denganpenyempitan diameter orofaring, pasien obese atau obstruksi nasal. diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan laringoskopi.
 Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung dan pada anak dilakukan laringoskopi langsung.
Pemeriksaan laboratorium dan radiografik dapat dilakukan padapasien dengan ancaman obstruksi saluran nafas.


2.6  Penanggulangan Obstruksi  Laring
Prinsip penangulangan sumbatan laring ialah menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat atau membuat jalan nafas baru yang dapat menjamin ventilasi. Tindakan konservatif dengan pemberian anti inflamasi, anti alergi, antibiotika, serta pemberian oksigen intermiten dilakukan pada sumbatan laring stadium I yang disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi untuk membebaskan saluran napas ini dapat dengan cara memasukkan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostoma atau melakukan krikotirotomi.
Intubasi endotrakea atau resusitasi dapat dilakukan pada pasien dengan sumbatanlaring stadium II dan III, sedangkan krikotirotomi dilakukan pada sumbatan laring stadium IV. Tindakan operatif atau resusitasi dapat dilakukan berdasar analisis gas darah (pemeriksaan Astrup).
Bila fasilitas tersedia maka intubasi endotrakea merupakan pilihan pertama sedangkan jika ruangan perawatan intensif tidak tersedia sebaiknya dilakukan trakeostomi.
Pada sumbatan total laring akibat benda asing, dapat dilakukan perasat dari Heimlich (Heimlich manuever) pada anak dan dewasa, atau dengan memegang anak pada osisiterbalik, kepala di bawah, kemudian daerah punggung/ tengkuk dipukul, sehingga diharapkanbenda asing dapat dibatukkan keluar.



 








Mengeluarkan benda asing pada anak

2.6.1 Intubasi  Endotrakea
Indikasi intubasi endotrakea :
Untuk mengatasi sumbatan saluran nafas bagian atas.

1.      Membantu ventilasi.

2.      Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeo-bronkial.

3.      Mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari lambung

Pipa endotrakea harus dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran trakea pasien dan umumnya untuk orang dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7-8,5 mm. Pipa endotrakea yang dimasukkan lewat hidung dapat dipertahankan untuk beberapa hari, dan jangan melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya sebaiknya dilakukan trakeostomi. Komplikasi yang dapat timbul adalah stenosis laring atau trakea.



                                                           Intubasi  endotrakea
·         Teknik  Intubasi Trakea
Intubasi endotrakea merupakan tindakan penyelamat dan dapat dilakukandengan atau tanpa analgesia topikal dengan xylocain 10%. Posisi pasien tidur telentang, leher fleksi sedikit, dan kepala ekstensi.
Laringoskop dengan spatel bengkok dipegang dengan tangan kiri, dimasukkan melalui mulut sebelah kanan, sehingga lidah terdorong ke kiri. Spatel diarahkan menelusuri pangkal lidah kevalekula, lalu laringoskop diangkat ke atas, sehingga pita suara dapat terlihat. Dengan tangan kanan pipa endotrakea dimasukkan melalui mulut terus melalui celah antara kedua pita suara ke dalam trakea. Pipa endotrakea juga dapat dimasukkan melalui salah satu lubang hidung sampai rongga mulut dan dengan cunam
Magill ujung pipa endotrakea dimasukkan ke dalam celah antara kedua pita suara sampai ke trakea.


 














Teknik intubasi trakea
Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik. Apabila menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien yang tidur telentangitu pundaknya harus diganjal dengan bantal pasir, sehingga kepala mudah diekstensikan maksimal.
Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan dimasukkan mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat horizontal keatas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat. Pipa endotrakea dipegang dengantangan kanan dan dimasukkan melalui celah pita suara sampai di trakea. Kemudianbalon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan plester. Memasukkan pipa endotrakea ini harus hati-hati karena dapat menyebabkan trauma pita suara, laserasipita suara timbul granuloma dan stenosis laring atau trakea.
2.6.2  Trakeostomi
Trakeostomi merupakan tindakan membuat stoma agar udara dapat masuk keparu-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas. Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan nafas dan gangguan non obstruksi yang mengubahventilasi.
Gangguan yang memerlukan trakeostomi :
1.      Mengatasi obstruksi laring.
2.      Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas bagian atas seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma makaseluruh oksigen yang masuk kedalam paru, tidak ada yang tertinggal diruangrugi itu. Hal ini berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitasvitalnya berkurang.
3.      Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam keadaan koma..
4.      Untuk memasang respiratoar (alat bantu pernapasan).
5.              Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.
Alat-alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi ialah semprit dengan obat analgesia, pisau skalpel, pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien.


 









                                                             















Alat-alat trakeostomi
·         Teknik  Trakeostomi
Pasien tidur telentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atlanto oksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher. Kulit daerah leher dibersihkan secara dan antisepsis dan ditutup dengan kain steril.
Obat anastetikum disuntikkan di tengah krikoid dengan fosa suprasternalsecara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai di bawah krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira 2jari di bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira 5cm.
Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul, sampai tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin- cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan kulit dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah ditemukan. Pembuluh darah vena jugularis anterior yangtampak ditarik ke lateral. Ismus tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincintrakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismus tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong di tengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismus tiroid diikat kedua tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukanaspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke-3 dengan gunting yang tajam. Kemudian dipasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.


 



Trakeostomi



·         Perawatan Pasca Trakeostomi

Pada perawatan awal dari stoma perlu dilakukan auskultasi dada dan pada anak memerlukan radiogram dada segera untuk mencek posisi tuba agar tidak melampaui karina sehingga masuk ke bronkus kanan dan menyumbat bronkus kiri,serta untuk memastikan tidak terjadi pneumothoraks.
Perawatan pasca trakeostomi sangat penting karena sekret dapat menyumbat dan menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea dan kanul harus sering diisap ke luar dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya dua kali sehari lalu segera dimasukkan lagi ke dalam kanul luar. Bila kanul harus dipasang dalam jangka waktu lama, maka kanul harus dibersihkan dua minggu sekali. Kain basah di bawah kanul harus diganti untuk menghindari timbulnya dermatitis.
2.7 Komplikasi
Komplikasi bedah sering timbul selama pembedahan, namun komplikasi dapat dikenali, dicegah dan diatasi. Perdarahan dapat dicegah dengan diseksi garis tengah elektif dengan mengikat pembuluh darah dan pemeriksaan dengan cermat pada tiap permukaan dimana darah merembes. Pneumothoraks dapat ditemukan secara dini melalui auskultasi dan radiogram dada. Paralisis saraf rekuren jarang terjadi dan harus dicegah dengan memperhatikan teknik bedah.
 Komplikasi lanjut :
Perdarahan lanjut adalah akibat erosi trakea pada pembuluh utama, biasanya arteri inominata.
·         Infeksi
·         istula trakeoesofagus
·         Stenosis trakea

2.7.1 Krikotirotomi
Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan gawat napas. Dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat.


 





                              


Daerah insisi Krikotirotomi

·         Teknik krikotirotomi
Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi atlantooksipitalis. Puncak tulang rawan tiroid (Adams apple) mudah diidentifikasi difiksasi dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid dirabake bawah sampai ditemukan kartilago krikoid.
Membran krikotiroid terletak di antara kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anastetikum kemudian dibuatsayatan horizontal pada kulit.
Jaringan di bawah sayatan dipisahkan tepat tepat padagaris tengah. Setelah tepi bawah kartilago tiroid terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah. Kemudian, masukkan kanul bila tersedia. Jika tidak, dapat dipakai pipa plastik untuk sementara.
Krikotirotomi merupakan kontra indikasi pada anak di bawah 12 tahun, demikian juga pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat laringitis. Stenosis subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama karena kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan-jaringan di sekitar subglotis, sehingga terbentuk jaringan granulasi dan sebaiknya segera diganti dengantrakeostomi dalam waktu 48 jam.

2.7.2  Heimlich Manuver 
Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara totalialah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver), dapat dilakukan padaanak maupun dewasa.
Menurut teori Heimlich, benda asing yang masuk ke dalam laring ialah pada saat inspirasi. Dengan demikian paru penuh dengan udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol itu, maka sumbatnya akan terlempar keluar.
 Pada maneuver Heimlich, dilakukan penekanan pada paru. Caranya ialah bilapasien masih dapat berdiri maka penolong berdiri de belakang pasien, kepalan tangan kanan penolong diletakkan diatas prosessus xifoid sedangkan tangan kirinya diletakkan diatas tangan kirinya. Kemudian dilakukan penekanan ke belakang dan keatas ke arah paru beberapa kali, sehingga diharapkan benda asing terlempar keluar dari mulut pasien.
Bila pasien sudah terbaring karena pingsan maka penolong bersetumpu padalututnya dikedua sisi pasien, kepalan tangan diletakkan dibawah prosessus xifoid, kemudian dilakukan penekanan ke bawah, dan ke arah paru pasien beberapa kali, sehingga benda asing terlempar keluar mulut. Posisi muka pasien harus lurus, leher jangan ditekuk kesamping, supaya jalan nafas merupakan garis lurus.


 












2.7.3 Heimlich Manuver



Komplikasi perasat Heimlich ialah kemungkinan terjadi rupture lambung atauhati dan fraktur iga. Oleh karena itu, pada anak sebaiknya cara menolongnya tidak dengan menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup dengan dua buah jari kiri dan kanan.
2.8  Asuhan Keperawatan Pada Pasin Dengan Obstruksi Laring
      Obstruksi saluran nafas bagian atas dapat terjadi oleh beberapa sebab. Obstrukksi jalan nafas akut biasanya di sebabkan oleh partikel makanan, muntahan, bekuan darah, atau partikel lain yang masuk dan mengobstruksi laring atau trakea. Obstruksi saluran nafas juga dapat terjadi akibat dari adanya sekresi kntal atau pembesaran jaringan pada dinding jalan nafas, seperti : epiglotis, edem laring, karsinoma laring, atau peritonsilar abses.
     Pasien yang karena beberapa sebab mengalami penurunan kesadaran, sangat berisiko mengalami obstruksi jalan nafa. Hal tersebut di sebabkan karena hilangnya refleks proteksi tubuh (batuk dan menelan) dan hilangnya tonus otot faringeal yang menyebabkan lidah jatuh kebelakang sehingga menghambat jalan nafas.
      Perawat harus mengobservasi untuk mengakaji tanda dan gejala dari obstruksi jalan nafas tersebut, antara lain :
·                  Inspeksi.  apakah pasien sadar ? apakah ada usaha untuk bernafas ? apkah dada bergerak secara simetris ? apakah terdapat retraksi otot bantu nafas ? bagaimana warna kulitnya ? apakah terdapat tandam ekstem ? apakah trakea tegak atau sejajar (midline) ?
·                  Palpasi.  Apakah kedua sisi dari dada berkembang secara simetris saat inspirasi ? apakah ada daerah yang fraktur atau krepitus ?
·                  Auskultasi. Apakah terdapat suara pergerakkan udara, stridor (suara inspirasi), atau wheezing (suara ekspirasi)? Apakah suara nafas terdengar pada kedua bagian di seluruh lobus ?
Benda asing yang teraspirasi dan tersangkut di laring dapat menyebabkan sumbatan total atau parsial pada saluran pernafasan. Jenis sumbatan ini bergantung dari ukuran, bentuk, dan posisi benda asing pada rimaglotis. Kadang-kadang sentuhan benda asing pada pita suara bisa menyebabkan spasme laring, sehingga benda asing tersebut terjepit di antara kedua pita suara.







BAB 3
PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring oleh bermacam sebab seperti:peradangan pada laring, tumor laring, kelainan kongenital laring, paresis nervus rekurenlaring bilateral, trauma, dan benda asing yang menyumbat laring.Obstruksi laring dapat bersifat total ataupun parsial. Obstruksi total di laring akan menimbulkan keadaan gawat, dan apabila tidak ditatalaksana dalam 4 menit akan menyebabkan kematian akibat asfiksia. Obstruksi parsial di laring dapat menyebabkan gejala suara parau, disfonia sampai afonia, batuk yang disertai sesak, odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis dan rasa subjektif benda asing. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan laringoskopi.

Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak langsung dan pada anak dilakukan laringoskopi langsung. Tindakan pada pasien dengan obstruksi laring dilakukan sesuai dengan derajat obstruksi. Penatalaksanaan dapat bersifat konservatif dengan pemberian obat-obatan, dapat pula dengan tindakan bedah. Tindakan operatif atau resusitasi untuk membebaskan saluran napas ini dapat dengan cara memasukkan pipa endotrakea melalui mulut (intubasiendotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostoma atau melakukan krikotirotomi.

3.2 Saran
Setelah membaca dan memahami makalah obstruksi laring, diharapkan kepada mahasiswa/i khususnya dapat melakukan dan melaksanakan perencanaan dengan profesional pada pasien dengan obstruksi laring dan juga bagi setiap orang dapat menghindari penyakit obstruksi laring dengan selalu menjaga dan membiasakan pola hidup sehat.



DAFTAR PUSTAKA







0 komentar:

Posting Komentar